Jika anda sedang membuka akun fb dan ingin mengirim alamat posting ini kedinding anda, silahkan klik jempol dibawah:
Minak muaghi/ agan2 sekalian pasti bertanya - tanya dalam hati, Segel apaan ya???? Apakah segel kerajaan iblis atau segel Dajjal yang legendaris itu.... Segel yang dimaksud Pada posting http://nurmanali.blogspot.com/ kali ini adalah Keperawanan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kaum hawa untuk membedakan wanita yang pernah berhubungan badan atu belum...
Ketika segel terseburt dibuka sebelum waktunya maka dampak2 besar akan mengubah pandangan dan pola pikir wanita tersebut kearah yang cenderung salah...
Keperawanan masih penting? PENTING!!!! \m/ dengan tegas harus dijawab itu. Pertanyaan tersebut tentu diajukan kepada dan dijawab oleh cewek Indonesia. Karena meskipun nilai dari keperawanan semakin merosot dari jaman ke jaman tapi kita hidup di Indonesia dimana masyarakat masih menjunjung norma dan nilai-nilai ketimuran yang masih berlaku.
Kenapa keperawanan dibilang penting? apakah demi kaum laki-laki? jawabannya tidak! karena keperawanan perlu dipertahankan sampai menikah sebenarnya demi kebaikan si cewek sendiri, karena akibat dari hilangnya keperawanan karena seks pra nikah berkaitan erat dengan dampak buruk terhadap psikologi cewek.
Berikut ini alasan dan akibat yang bisa muncul karena hilangnya keperawanan sebelum menikah, pikirkan, pasti masuk akal. Bagi yang sudah terlanjur tidak perawan, usahakan menasihati kawan cewek lainnya, karena pasti kamu sudah merasakan semua atau sebagian point-point berikut ini:
- Seks Pranikah menyebabkan kamu akan dihantui perasaan bersalah
Sekali kamu melakukannya dan meskipun mungkin tidak ada seorangpun yang tahu, rasa bersalah akan selalu menghantui. Bahkan bisa jadi kamu akan menjadi benci pada dirimu sendiri karena tidak bisa menolak tekanan untuk melakukan hubungan seks. Perasaan seperti ini memang tidak mendominasi, tapi biasanya akan selalu muncul setiap waktu dan akan selalu menjadi bagian darimu. - Karena kamu bisa menjadi “sexual person” dan segala sesuatunya tidak akan pernah lagi sama seperti semula
Seperti kalau pernah mencoba sesuatu benda additif lainnya, maka ada saatnya rasa kepengen atau ketagihan akan datang. Akibatnya, pikiran akan dipenuhi dengan seks dan menggangu konsentrasi untuk hal lainnya. Dengan kata lain, dewasa sebelum waktunya. - Seks Pranikah akan mengubah cara pandangmu tentang seks - selamanya
Seks seharusnya sesuatu yang sakral dan menjadi sangat indah jika dilakukan oleh pasangan suami istri. Tapi jika dilakukan sebelum menikah, maka bisa jadi sex berubah menjadi sebagai suatu yang “kotor” dan terlarang. Cara pandang ini bisa terus tertanam di benak kamu, bahkan setelah kamu menikah nantinya. Percayalah, akan mengerikan! - Kamu akan sulit lepas dari “the first one”
Biasanya cewek merasakan ikatan yang sulit dilepas dengan cowok yang telah dia berikan virginitasnya. Ini tidak ada hubungan dengan ketakutan kalau-kalau tidak ada cowok lain yang akan menerima dia sesudah tidak virgin. Ini masalah psikologis. Padahal, cowok belum tentu merasakan hal yang sama. - Karena hubungan pacaran kamu bisa berubah menjadi “all about sex”
Pasangan pranikah yang telah melakukan hubungan sex biasanya akan selalu mempunyai hidden agenda. Kapan dan dimana akan melakukannya... Tidak jarang karena jadwal rahasia ini mereka harus berbohong, kepada siapa saja. Bentuk-bentuk perhatian akan menjadi bias. Apakah benar-benar tulus atau karena cuma sex. Bahkan terkadang sedang berantem hebat pun akan langsung baikan cuma gara-gara seks, dan melupakan masalah sesungguhnya. - Sex Pra Nikah, maka kamu tidak akan pernah menikmati surganya bulan madu
Karena sudah biasa melakukan hubungan sex pra nikah, maka bulan madu yang mestinya asyik dan romantis, bakal jadi seperti liburan biasa. Tidak akan pernah ada sesuatu yang berkesan untuk seumur hidupmu. - Karena kamu bisa menjaga reputasi dan tidak mau “nyesel” di kemudian hari
Hampir bisa dipastikan, teman-temannya akan tahu jika seorang cowok telah melakukan hubungan sex dengan pacarnya. Jadi ini merupakan rahasia... umum.
Selain point diatas jangan tergiur pula dengan operasi keperawanan lalu mudah saja menerjang semua risiko diatas, keperawanan kamu mungkin secara fisik bisa balik lagi, tapi rasa bersalah dan psikologinya tidak akan kembali seperti semula.
Dalam kehidupan modern, sikap seorang wanita untuk menjaga keperawanannya hingga menikah dianggap sangat kampungan dan tidak relevan dengan zaman. Kebanyakan orang yang setuju dengan opini ini selalu bertanya:”apakah keperawanan itu lebih penting dari tanggung jawab sesudah menikah? Lebih lanjut lagi, apakah pentingnya “darah” di malam pertama? Sesungguhnya pertanyaan mereka sangat filosofis, tetapi beralasan. Pertanyaan-pertanyaan ini membangkitkan perspektif baru yang tidak gampang untuk disanggah. Sebagai mana terbukti, kebanyakan remaja menikah sesudah hamil dan sesudah menikah, mereka hidup dalam situasi rumah tangga yang sangat harmonis dengan suami mereka hingga kematian memisahkan. Oleh sebab itu, karena alasan ini, banyak orang tidak menganggap hal ini bagian yang penting untuk dijaga sebelum menikah. Hal ini tidak hanya bertumbuh di negara-negara maju, tetapi juga bisa dijumpai di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Berdasarkan survey di tiga kota maju di Indonesia, terdapat sekitar 75% hingga 97% pelajar wanita yang menjadi responden dalam studi ini mengatakan bahwa mereka telah melakukan “persetubuhan” dengan pacar mereka sebelum menikah. Lebih lanjut lagi, 50% dari mereka mengaku kalau “persetubuhan” mereka dilakukan bukan karena paksaan dari pihak manapun, tapi atas dasar “suka sama suka”. Terlepas dari hasrat hati mereka untuk melakukan hal demikian, hal ini dianggap benar bahwa mereka telah mengadopsi gaya hidup yang sangat asing dalam kultur mereka. Sekalipun demikian, keperawanan seorang perempuan, untuk orang-orang di bagian Timur belahan dunia, lebih dari dari emas bagi keluarga mereka. Hal ini tidak logis untuk dijelaskan betapa pentingnya keperawanan dibandingkan dengan tanggung jawab sesudah menikah. Tetapi, banyak pria muda pada umumnya akan sangat bangga jika ia dapat menikahi seorang perawan muda. Bukan hanya itu, prinsip ini juga diperkuat oleh nilai-nilai religi di Indonesia yang melarang hubungan sex sebelum menikah. Menurut nilai-nilai tersebut, “sex” sebelum menikah adalah dosa. Jika seseorang melakukannya, orang tersebut akan merasa tertuduh oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarat dan juga oleh agama. Mungkin kebanggaan seorang pria muda tersebut berkaitan dengan hal ini. Sebagai dampaknya, seorang muda yang menikahi seorang perawan muda lainnya akan merasa sangat dihargai. Hal ini akan nyata dalam perlakuannya terhadap pasangannya. Suami muda itu akan memperlakukannya dengan sangat baik, bahkan sesudah bulan madu. Banyak bukti dalam pernikahan semacam ini menunjukkan bahwa keluarga yang menikah dengan cara yang demikian bertahan selama-lamanya, hingga kematian memisahkan mereka; keluarga tersebut juga hidup dengan rukun, dan sangat kuat cinta mereka - tidak gampang tergoda dengan rayuan apapun. Di lain sisi, terdapat banyak kasus di mana terjadi hubungan gelap antara seorang istri dengan mantan pacarnya. Hal ini akan membawa dampak yang sangat fatal bagi keluarganya. Dalam kasus-kasus demikian, tidak sedikit suami yang dengan berani membantai istri mereka hingga napasnya yang terakhir, sesuatu yang sangat tragis. Akibat dari pembunuhan tersebut, anak-anak yang ditinggal, khususnya anak-anak perempuan, merasa sangat tertekan. Bahkan ketika mereka setuju untuk dibunuh oleh bapak mereka, ibu mereka tetap merupakan segala-galanya. Sebagai konsekuensinya, mereka bisa meninggalkan rumah, tidak menghargai ayah mereka lagi, bahkan hal-hal lain yang lebih gila lagi.
Dalam situasi yang berbeda, beberapa wanita membawa serta depresi yang disebabkan oleh kehilangan keperawanan mereka karena persetubuhan dengan orang lain dalam keluarga baru mereka bahkan sesudah suami mereka memaafkan mereka atas kelalaian mereka tersebut. Secara psikologis, hal ini akan mempengaruhi hubungan bukan hanya antara suami dan istri, tetapi juga dengan generasi selanjutnya sebagai hasil dari pernikahan mereka. Istri semacam ini akan merasa bersalah dan merasa rendah diri. Akibatnya, mereka kurang yakin dalam menolak keputusan suami mereka bahkan ketika mereka berada dalam posisi yang benar. Sebaliknya, bila seorang anak muda menikahi istrinya yang sudah hamil, dia akan merasa bersalah sama sekali atas hal tersebut. Perasaan bersalah yang dimiliki seorang suami akan bekerja sama persis seperti yang terjadi pada seorang istri. Seorang suami menjadi sangat lemah, dan cenderung menggunakan kekerasan untuk membuat istrinya setuju terhadap idenya. Tentu hal ini sangat tidak baik dalam pertumbuhan suatu keluarga. Lebih lanjut lagi, untuk menjadi sembuh dari “luka-luka” demikian, normalnya membutuhkan waktu lebih dari 10 tahunan, bergantung pada sejauh mana pasangan dapat memaafkan, menerima diri mereka, dan melupakan kelalaian mereka tersebut, suatu hal yang sangat memakan waktu. Oleh sebab itu, sangat bijaksana untuk menikahi seseorang yang tidak memiliki gejala-gejala demikian. Bila tidak, di dalam keluarga akan ada sangat banyak masalah dalam jangka waktu yang lama, suatu masa yang hanya penuh dengan pertengkaran, sakit hati, tangisan dan air mata dalam rumah tangga.
Jadi, bila hari ini Anda adalah seorang perawan, Anda bukan orang yang ketinggalan zaman, tetapi Anda adalah orang yang membawa kecerahan di masa yang akan datang.
-----------A Generation with virginity before marriage is a generation with bright future.
“You SHOULD say that again!” -------------
Arti Keperawanan
ARTI keperawanan adalah nilai dari hidup kita. Kita pasti menginginkan hidup kita bahagia dan merupakan privasi yang terpenting. Jika kita sudah tidak perawan tentu sudah tidak ada privasi lagi.
Saat ini banyak yang mempertanyakan apakah penting menjadi perawan? Kemudian saya tanyakan kembali ke hati saya apakah penting? Kemudian jawaban dari hati yang paling dalam adalah penting. Dengan menjadi perawan, saya mempunyai nilai jual yang tinggi baik ketika belum menikah maupun sesudah menikah.
Sebelum menikah, saya berhak menentukan lelaki mana yang pantas untuk mendapatkannya. Jika sebelum pernikahan saja sang lelaki sudah memintanya, dapat dipastikan bagaimana kualitas lelaki tersebut. Cukup banyak teman-teman saya yang memberikan keperawanan kepada kekasihnya namun akhirnya mereka disia-siakan dan hanya segelintir orang yang berujung pada pernikahan. Selebihnya sendirian dan menyesal atau hidup dengan berganti-ganti pasangan tetapi di dalam hatinya menangis karena tidak ada satupun lelaki yang menikahinya. Padahal ia butuh seseorang yang menemani sepanjang hidupnya.
Sesudah menikah, saya mempunyai kebanggaan bahwa saya menikah perawan dan memiliki proteksi yang tinggi jika seandainya suami macam-macam. Pernikahan buat saya adalah sakral dan bukanlah hanya kegiatan senang-senang, tetapi merupakan medium bagi laki-laki dan perempuan untuk mengarungi beratnya kehidupan lengkap dengan pahit getirnya perjuangan berdua, dan tidak perlu ada penyesalan dalam pernikahan.
Seandainya ada gejolak yang berujung pada perceraian pun, Insya Allah tidak pernah, saya anggap sebagai kegagalan saya untuk menerima dan menjalankan kehidupan berdua dan menjadi cambuk agar lebih baik lagi.
Saat ini saya telah menjadi istri dari seorang laki-laki dan ibu dari seorang anak. Pernikahan saya ada saja gejolak tetapi bukankah itu fitrahnya kehidupan. Saran saya untuk teman-teman, jangan mempertanyakan lagi arti keperawanan sebab itu sama pentingnya dengan kehidupan ini.
Bedah Selaput Dara? Tak Perlulah
Mitos keluarnya darah pada malam pertama sepertinya masih menjadi ritual sakral yang bisa menentukan tinggi rendahnya martabat seorang perempuan. Tak heran bila bedah selaput dara (hymenoplasti) diminati.
Hymenoplasti, menurut Prof Dr Alex Pangkahila, SpAnd, adalah operasi yang dilakukan oleh dokter untuk merestorasi selaput dara (hymen) agar kembali utuh. Fenomena maraknya hymenoplasti yang dilakukan para perempuan, imbuh Alex, menegaskan masih kuatnya mitos pentingnya keperawanan sebelum menikah.
“Masih banyak perempuan yang takut dianggap tidak suci karena sudah tidak perawan.
Padahal robeknya selaput dara tidak selalu karena hubungan seks, bisa saja karena perkosaan atau trauma akibat jatuh atau kecelakaan,” tutur seksolog dari Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini.
Faktanya secara medis, robeknya selaput dara tidak selalu ditandai dengan keluarnya darah. “Hymen itu sifatnya sangat elastis dan tidak tertutup semua,” kata Alex.
Senada dengan Alex, dr Dwiana Ocviyanti, SpOG menjelaskan betapa fleksibelnya selaput dara. “Selaput dara itu bukan seperti beduk yang akan pecah bila ditusuk. Bentuknya bisa halus seperti renda atau seperti cincin dan baru benar-benar robek bila seseorang sudah melahirkan bayi secara normal,” ujar dokter Ovi.
Itu sebabnya, Alex tidak menganjurkan dilakukannya bedah selaput dara. “Menurut saya itu adalah penipuan. Buat apa hymen dibuat utuh, padahal sebenarnya ia sudah melakukan hubungan,” tuturnya. Lagi pula, imbuhnya, hymenoplasti sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepuasan seksual.
Selain perempuan yang belum menikah, hymenoplasti ternyata juga diminati oleh ibu-ibu yang berniat menyenangkan suaminya. “Utuh tidaknya selaput dara tak menentukan kualitas seks. Justru bila dioperasi selaput dara jadi sempit dan kaku,” tutur Alex.
Untuk meningkatkan elastisitas hymen, Alex menyarankan pentingnya melatih otot dasar panggul. “Kalau kualitas otot dasar panggulnya bagus, jepitannya juga bagus. Jadi buat apa buang-buang uang dengan melakukan operasi,” ujar Alex.
SEKS PRANIKAH-FREE SEKS-SEKS-BEBAS
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Kondisi yang belum menikah menyebabkan remaja secara sosial budaya termasuk agama dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi apalagi pelayanan medis untuk kesehatan reproduksi (Sarlito, 1998). Dengan masuknya remaja ke dalam dunia hubungan sosial yang luas maka mereka tidak saja harus mulai adaptasi dengan norma perilaku sosial tetapi juga sekaligus dihadapkan dengan munculnya perasaan dan keinginan
seksual ( Djoko Hartono 1998 ).
Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular, gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah (Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Metro, 2006).
Dengan terus berkembangnya teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan teman sendiri. Hal-hal yang merugikan dari perilaku terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku sek bebas (http://www.balipost.co.id, 2009).
Perilaku seks bebas di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun.
Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah di kalangan remaja mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Survey terhadap pelajar SMU di Jakarta dan Surabaya menyebutkan terjadinya peningkatan presentase seks pranikah dari tahun 1997-1999. 9 % remaja putra dan 1 % remaja putri di Jakarta telah melakukan hubungan seks pranikah pada tahun 1997, dan angka ini mengalami peningkatan menjadi 23 % remaja putra dan 4 % remaja putri pada tahun 1999 dalam “Remaja,”2001). Sementara hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan-Pusat Pelatihan Bisnis Humaniora Yogyakarta pada tahun 1999-2002 terhadap 1660 mahasiswi Yogyakarta menemukan bahwa 97,05 % responden telah kehilangan kegadisannya dalam masa kuliah (http://lib.atmajaya.ac.id , 2009).
Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (http://www.kesrepro.info, 2009).
Penelitian lain yang dilakukan tahun 2005-2006 menunjukkan di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen
Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat
tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut
menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (http://www.tempointeractive.com, 2009)
seksual ( Djoko Hartono 1998 ).
Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular, gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah (Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Metro, 2006).
Dengan terus berkembangnya teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan teman sendiri. Hal-hal yang merugikan dari perilaku terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku sek bebas (http://www.balipost.co.id, 2009).
Perilaku seks bebas di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun.
Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah di kalangan remaja mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Survey terhadap pelajar SMU di Jakarta dan Surabaya menyebutkan terjadinya peningkatan presentase seks pranikah dari tahun 1997-1999. 9 % remaja putra dan 1 % remaja putri di Jakarta telah melakukan hubungan seks pranikah pada tahun 1997, dan angka ini mengalami peningkatan menjadi 23 % remaja putra dan 4 % remaja putri pada tahun 1999 dalam “Remaja,”2001). Sementara hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan-Pusat Pelatihan Bisnis Humaniora Yogyakarta pada tahun 1999-2002 terhadap 1660 mahasiswi Yogyakarta menemukan bahwa 97,05 % responden telah kehilangan kegadisannya dalam masa kuliah (http://lib.atmajaya.ac.id , 2009).
Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (http://www.kesrepro.info, 2009).
Penelitian lain yang dilakukan tahun 2005-2006 menunjukkan di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen
Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat
tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut
menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (http://www.tempointeractive.com, 2009)
Sumber: berbagai sumber
Sumber: http://nurmanali.blogspot.com/
informasinya sangat menarik untuk dibaca
BalasHapusklo istri ngak perawan menyebabkan suaminya menderita bathin seumur hidup, Atagfirlah..
BalasHapus