Sabtu, 12 November 2011

Preman

Jika anda memiliki akun twitter dan anda sedang membukanya, So Please klik link:


Jika anda sedang membuka akun fb dan ingin mengirim alamat posting ini kedinding anda, silahkan klik jempol dibawah:



asri Sangaji Preman

Jejak Darah di Kebayoran Inn
Basri Sangaji mempunyai banyak kawan dan musuh. Delapan pemuda telah mengaku membunuh Basri.
BELASAN pria berwajah tak ramah masuk ke Hotel Kebayoran Inn. Hasit Marabesi dan Rusina Lestaluhu yang tengah terkantuk-kantuk di meja resepsionis, serta M. Simbolon dan Sunarono, staf pengamanan hotel, tak berani menghadang. Maklumlah, di genggaman para tamu tak diundang itu terselip kelewang dan golok
Gerak cepat mereka menaiki tangga menyiratkan bahwa mereka tahu benar di mana buruan mereka berada. Kamar 30, lantai dua hotel yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, itu. Lalu, brak! Pintu kamar dibuka secara paksa. Tak lama terdengar gaduh orang adu mulut ditingkahi suara besi beradu dan letusan senjata api.
Keributan pada Selasa subuh pekan lalu itu hanya berlangsung 10 menit. Ketika keluar, mereka sempat merusak jip Lexus hitam milik penghuni kamar yang diparkir di depan lobi hotel. Lalu, mereka ngacir dengan dua mobil.
Setelah para penyerbu menghilang, baru pegawai hotel mencari tahu apa gerangan yang terjadi. Ketika menuju ke suite room itu mereka terkesiap. Darah mengalir menuruni anak tangga. Di dalam kamar, mereka saksikan seorang pria tewas, tergeletak di sofa. Dadanya berlubang bekas terjangan peluru. Tangan kirinya putus.
Dia adalah Basri Jala Sangaji, 35 tahun, pemimpin sekelompok pemuda yang menguasai beberapa wilayah yang padat tempat hiburan di Jakarta. Pagi itu Basri tak sendirian. Dia bersama adiknya, Ali Sangaji, 30 tahun, dan orang kepercayaannya, Jamal Sangaji, 33 tahun. Dua orang ini terluka parah. Selangkangan Ali terluka akibat tembakan. Tangan kanan Jamal nyaris putus karena ditebas golok.
Selanjutnya, pegawai hotel menghubungi polisi. Di lokasi kejadian, aparat menemukan pistol berpeluru karet jenis FN kaliber 32 milik Basri. Hari itu juga, jasad Basri dibawa ke rumahnya di perumahan Vila Alfa Mas, Pulo Mas, Jakarta Timur. Ribuan pelayat sudah tumplek di sana. Jenazah hanya singgah semalam. Esoknya dikirim ke Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Maluku Tengah. Di kampung halamannya inilah dia dikebumikan.
Maluku geger dengan kabar tewasnya Basri. Maklum, ia terhitung tokoh pemuda yang memiliki ratusan pengikut. Sebagian dari anak buah Basri adalah "pensiunan" konflik Maluku. Dengan modal massa itu, Basri menjejak kancah politik. Pada pemilihan presiden kemarin, ia termasuk tim sukses pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid.
Suasana kota Ambon pun mencekam. Beredar kabar, anak buah Basri telah tiba di Ambon pada hari yang sama. Cerita balas dendam berseliweran. Kelompok yang dibidik adalah geng yang selama ini berseberangan dengan Basri. Itu sebabnya, Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Brigadir Jenderal Aditya Warman, mensiagakan semua personelnya di titik-titik yang dianggap rawan di Maluku.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu mengimbau masyarakat agar tak terprovokasi dengan insiden pembunuhan tersebut. Karel tak mau peristiwa berdarah yang menelan 1.842 jiwa akibat konflik antaragama pada 1998-1999 terulang lagi. Peristiwa ini juga diawali bentrok antarpemuda yang mabuk. Karena itu, wajar jika sang Gubernur buru-buru mendinginkan suasana daerahnya.
Buat meredakan ketegangan, Aditya pun buru-buru mengatakan bahwa tersangkanya sudah diketahui dan ditangkap. "Hanya saja masalah ini ditangani di Jakarta," kata Aditya kepada Tempo.
Memang, polisi di Jakarta telah menangkap delapan tersangka. Namun, Komisaris Besar Mathius Salempang belum mau mengungkap motif pembunuhan ini. "Kami melihat fakta-fakta yang ada di lapangan saja," katanya. Jadi, hanya sampai pada delapan tersangka tadi. "Saya sangat yakin mereka pelakunya," kata Mathius.
Pembunuhan Basri mestinya memang gampang terungkap lantaran para pelaku meninggalkan banyak jejak. Misalnya, saksi korban Ali dan Jamal mengenal para penyerang. Peristiwa itu dilihat langsung oleh petugas hotel. Nomor polisi mobil penyerbu juga tercatat oleh petugas parkir.
Salah seorang di antara tersangka itu, Emil, 24 tahun, mengaku membunuh Basri karena dendam. Pemuda ini mengatakan, salah seorang kerabatnya, Lus, tewas dibunuh anak buah Basri di kawasan Kayu Manis, Jakarta Timur, pada 1998.
Seorang tokoh pemuda Ambon mengaku mengenal Emil "Dia pendatang baru di 'dunia persilatan' ini," katanya. Emil juga disebutkan bersandar pada seorang pemimpin kelompok pemuda yang selama ini berseberangan dengan Basri.
Siapa sebenarnya dalangnya? "Tak ada yang menyuruh. Kami membunuh karena dendam," kata Louis, 24 tahun, salah seorang tersangka. Kepada wartawan, pemuda Ambon ini mengatakan ke Hotel Kebayoran Inn juga hanya kebetulan saja. "Kami hanya main-main."
Salah seorang musuh Basri adalah Herkules, seorang pemimpin kelompok pemuda yang pernah tenar di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menurut Herkules, semasa hidupnya Basri meninggalkan jejak keruh. Herkules yang mengaku kenal Basri di diskotek Zona di bilangan Karet, Jakarta Pusat, pada 1991, ini pernah bentrok dengan Basri.
Penyebabnya, seorang pengusaha mengalihkan surat kuasa penagihan utang dari Basri kepada Herkules. Perkelahian terjadi di Kemang IV, Jakarta Selatan, pada Mei 2002. Satu orang tewas dari kelompok Basri. Bibir Herkules terserempet peluru.
Sejak itu, Herkules mengatakan, Basri musuh besarnya. "Dia banyak musuhnya yang sedang antre untuk membunuhnya. Tapi dia mati bukan karena saya. Saya tak tahu pelakunya," katanya kepada Tempo. Herkules mengatakan, Basri juga bermusuhan dengan Ongen Sangaji dan John Kei. "Bahkan pengusaha yang pernah berurusan dengan dia pun menjadi musuhnya," katanya.
Ongen Sangaji yang disebut Herkules adalah seorang tokoh pemuda dari Maluku yang cukup disegani. Tapi, Ongen mengaku tak tahu riwayat tewasnya Basri. "Saya juga sudah lama tak berhubungan dengan Basri, sudah dua tahun," katanya kepada Tempo. "Saya gelap sekali tentang dia," katanya sambil mengucapkan salam dan menutup pembicaraan.
John Kei juga seorang tokoh pemimpin sekelompok pemuda di Jakarta. Dia datang dari Pulau Kei, Maluku. Basri dan John Kei tercatat pernah bentrok beberapa kali. Di antaranya perkelahian di Diskotek Stadium, Jakarta Barat, pada Selasa, 2 Maret. Dua petugas keamanan diskotek tewas. Bentrokan berlanjut di depan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa, 8 Juni. Dalam perkelahian itu, jiwa Walterus Refra, kakak kandung John Kei, melayang.
Tak gampang melacak keberadaan John Kei hari-hari belakangan ini. Ketika Tempo menghubungi telepon genggam John Kei, yang menyahut justru seorang wanita. "Pak John sedang tak ada," jawabnya sambil menutup telepon. Pembelaan untuk John justru datang dari pihak kepolisian. "Sejauh ini belum ada keterlibatan dia," kata Mathius.
Selain berselisih dengan "para pendekar", Basri sempat pula berselisih paham dengan seorang pejabat penting di Maluku. Basri pernah menghardik pejabat ini di depan umum di Ambon. Seorang pengusaha ternama di Maluku juga menjadi musuh Basri. Persoalannya menyangkut sebuah proyek pembangunan di Maluku.
Kisah sepak terjang Basri memang cukup panjang. Kunci untuk mengungkap secara tuntas kasus ini bergantung pada pengakuan delapan tersangka tadi. Jangan lupa juga, ada saksi korban yang masih hidup, Ali dan Jamal.
Nurlis E. Meuko, Thomas Hadiwinata, Eni Saeni, Tito Sianipar dan Mochtar Touwe (Ambon)


Polda Maluku Kepolisian Daerah Maluku menangkap John Refra alias John Kei dan adiknya Fransiscus Refra alias Tito, yang diidentifikasi oleh kepolisian sebagai gembong preman Jakarta yang melakukan penganiayaan terhadap Jemi Refra (24) dan Charles Refra (22). Ia diduga memotong jari tangan kanan korban hingga Jefri kehilangan empat jari dan Charles kehilangan tiga jarinya.
Hal itu dikemukakan Kepala Kepolisan Daerah Maluku, Brigadir Jenderal Mudji Waluyo kepada pers di Ambon, Senin (11/8). Ia menjelaskan, polisi juga menangkap tiga anak buah John Kei yaitu Imanuel Warbal alias Engel, Nick Resmol dan Fransiscus Refra alian Nani. Kelima tersangka penganiayaan itu kini ditahan oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Maluku.
Penangkapan terhadap John Kei dan tiga anak buahnya dilakukan Senin subuh sekitar pukul 03.00 WIT di Desa Ohoijang, Kota Tual, Maluku Tenggara Barat. Penangkapan melibatkan ratusan aparat kepolisian dari Satuan Brigade Mobil, Detasemen Khusus 88 dan Samapta.
Tiga kendaraan taktis juga diturunkan untuk penangkapan gembong preman itu. Dalam penangkapan itu, tidak terjadi perlawanan. Sedangkan penangkapan terhadap Tito dilakukan di Bandara Pattimura Ambon pada 7 Agustus, saat ia transit dari Tual menuju Jakarta.
John Kei dan tiga anak buahnya diterbangkan dari Tual ke Ambon menggunakan pesawat yang disewa Polda Maluku. Mereka tiba di Ambon pada Senin sekitar pukul 11.00 WIT dan langsung dibawa ke markas Polda Maluku. Mereka dikawal oleh personel Detasemen Khusus 88 bersenjata lengkap dan tim reserse. Saat dikeluarkan dari mobil tahanan, wajah mereka santai dan tidak menunjukan ketegangan.
“Saya tegaskan bahwa Polda Maluku bersama Polres Malra (Maluku Tenggara) melakukan pemberantasan premanisme. Dua orang ini (Jemi dan Charles) merupakan korban premanisme. Preman tersebut kelompok John Kei dan Tito Kei,” ujar Mudji.
Mudji menjelaskan, penganiayaan itu terjadi pada 19 Juli sekitar pukul 23.00 WIT akibat salah paham antara korban dan orangtua John Kei. Charles dan Jemi dituduh akan membunuh ayah John Kei sehingga ia pulang dari Jakarta ke Tual. Motif penganiayaan belum bisa dipastikan kaitanya dengan Pilkada Kota Tual dan Kabupaten Malra yang berlangsung bersamaan pada 12 Agustus. “Kebetulan ini bertepatan dengan Pilkada Kota Tual dan Kabupaten Malra. Saya tidak tahu apakah ada kaitanya,” jelas Mudji.
Mudji menegaskan, penangkapan ini dalam rangka pemberantasan premanisme yang sangat meresahkan. Masyarakat membutuhkan perlindungan jiwa, harta, benda dan martabat. Juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada polisi. Kedua korban tidak melaporkan penganiayaan itu ke polisi karena takut. Kasus ini terungkap saat Mudji melakukan kunjungan kerja ke Tual dan mengetahui keadaan kedua korban yang mengenaskan.
Pengakuan korban
Jemi yang dihadirkan di Polda Maluku mengaku, ia dijemput pada 19 Juli malam oleh John Kei. Ia sempat melawan saat diseret ke dalam mobil tetapi kemudian menyerah karena ada satu teman John Kei yang keluar dari mobil sambil mengacungkan parang. Di dalam mobil Kijang Innova itu masih ada dua orang lagi.
“Saya kemudian di bawa ke rumah Tito dan dipukuli menggunakan bangku duduk dan batu. John Kei teriak ambil parang kemudian mereka kasih parang dan letakan parang di leher saya. John Kei bilang putus leher tetapi Tito bilang potong saja jari tangan,” ujar Jemi.
Jemi mengaku pasrah menaruh tangan kiri di atas meja tetapi disuruh tangan kanan. Tebasan pertama yang dilakukan Tito menggunakan parang tidak memutus jari Jemi. Keempat jarinya baru putus pada tebasan ke dua dan tersisa ibu jari. Setelah itu, Jemi dibawa ke belakang rumah, diplester mulutnya dan diikat tangan serta kaki. Setelah itu, kelompok penganiaya itu menjemput Charles di rumah saudaranya Demianus Refra.
Charles dianiaya di rumah Tito kemudian dipotong jari tangan kananya oleh Tito. Tebasan diulang hingga lima kali hingga kelingking, telunjuk dan ibu jari putus. Jari tengah dan jari manis tidak putus tetapi pangkal tulangnya retak.
Mereka kemudian disekap dalam kamar mandi di salah satu kamar di Hotel Vilia. Sekitar pukul 04.00 WIT mereka dibawa menggunakan mobil dan dibuang di muka rumah Demianus Refra. “Saya harap bapak-bapak yang di Polda serius menangani permasalahan ini. Jangan seperti yang di Polres Malra karena sudah dua minggu lebih tidak ada tanggapan,” ujar Charles.
Komisaris Is Sarifin, Kepala Rumah Sakit Bhayangkara menjelaskan, mereka tidak mendapat perawatan medis selama dua minggu di Tual. Kondisi luka mereka sudah membusuk saat dibawa ke Ambon dan nyaris diamputasi. Dua jari Charles yang retak masih bisa pulih.
Makin Berkibar setelah Basri Terbunuh
Sepak Terjang Kelompok John Key di Ibu Kota

Nama John Refra Key atau yang biasa disebut John Key lekat dengan dunia kekerasan ibu kota. Nama pria 40 tahun itu semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara, Basri Sangaji, terbunuh di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan, 12 Oktober 2004.

Padahal, dua tokoh pemuda itu seakan bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, John Key nyaris tanpa saingan. Dia bersama kelompoknya malang-melintang di dunia kekerasan Jakarta.

John Key merupakan pimpinan sebuah himpunan para pemuda asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca kerusuhan di Tual, Pulau Kei, Mei 2000. Nama resmi himpunan pemuda itu adalah Angkatan Muda Kei (Amkei). Mereka mengklaim memiliki anggota sekitar 12 ribu orang.

Lewat organisasi tersebut, John mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang. Usaha itu semakin laris ketika Basri Sangaji, pimpinan kelompok penagih utang lain, tewas. Para ''klien'' kelompok Basri mengalihkan ordernya ke kelompok John Key.

Saat itu banyak yang menduga bahwa terbunuhnya Basri merupakan buntut persaingan dua kelompok penagih utang tersebut. Tudingan semakin kuat ketika di pengadilan terbukti pelaku pembunuhan tersebut tak lain adalah beberapa anak buah John Key.

Bahkan, pertumpahan darah besar-besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, dan celurit berhadapan di Jalan Ampera, Jaksel, persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, awal Maret 2005.

Saat itu berlangsung sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri. Beruntung delapan SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan tersebut.

Sebenarnya, pembunuhan terhadap Basri itu bukan tanpa pangkal. Konon, pembunuhan tersebut bermula dari bentrokan kelompok Basri dengan kelompok John Key di Diskotek Stadium di kawasan Taman Sari, Jakarta Barat, 2 Maret 2004.

Saat itu, kelompok Basri mendapatkan ''order'' untuk menjaga diskotek tersebut, namun mendadak diserbu puluhan anak buah John Key. Dalam penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas sekuriti di diskotek tersebut tewas dan belasan terluka.

Polisi bertindak cepat. Beberapa pelaku ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun, 8 Juni pada tahun yang sama, saat sidang mendengarkan saksi-saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan John Key, meletus bentrokan.

Seorang anggota John Key bernama Walterus Refra Key alias Semmy Key terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Semmy adalah kakak kandung John Key. Hal itu diperkirakan menjadi pemicu pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis.

Bukan hanya itu. Pada Juni 2007, aparat Polsek Tebet, Jaksel, juga pernah meminta keterangan John Key menyusul bentrokan di depan Kantor DPD PDI Perjuangan, Jalan Tebet Raya 46, Jaksel. Kabarnya, bentrokan tersebut terkait dengan penagihan utang yang dilakukan kelompok John Key terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu.

Pada tahun yang sama, kelompok tersebut juga mengamuk di depan Diskotek Hailai, Jakut, hingga memecahkan kaca-kaca di sana tanpa sebab yang jelas.

Pagi pada 26 Desember 2006, John Key juga mengamuk di sebuah rumah di kawasan Pondok Gede Bekasi. Akibat perbuatannya, dia ditangkap aparat Polres Bekasi pada malamnya dan langsung ditahan. Esoknya, berkas kasus dan penahanannya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya hingga kasusnya dilimpahkan ke Kejati DKI Jakarta sebulan berikutnya. Tito Refra, membantah kakaknya sebagai gembong preman. "Anggapan itu hanyalah penilaian masyarakat belaka tanpa bukti," katanya di Mapolda Jatim kemarin.

Herkules Sang Preman


SETELAH Komandan Polisi Militer (PM) Mayor Alfredo Alves Reinado muncul di Metro TV dalam program Kick Andy pada 24 dan 27 Mei lalu, Minggu (10/6) lalu, dalam program yang sama muncul Hercules Rosario de Marshal.

Dua-duanya adalah putra kelahiran Timor Leste (TL), yang menjadi TBO (Tenaga Bantuan Operasi) TNI di Timor Timur (Timtim) saat pergolakan dulu. Bedanya, Alfredo menjadi tentara, Hercules menjadi raja preman di Jakarta, ibu kota negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Barangkali bagi warga TL yang sempat menonton tayangan Hercules dalam program Kick Andy, Minggu (10/6) lalu, mengenal lebih jauh sepak terjang seorang Hercules. Rasanya tidak percaya Hercules preman yang paling ditakuti, setidaknya di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Tubuhnya tidak begitu tinggi. Badannya kurus. Hanya tangan kirinya yang berfungsi dengan baik. Sedangkan tangan kananya sebatas siku menggunakan tangan palsu. Sementara bola mata kanannya sudah digantikan dengan bola mata buatan.
Tapi setiap kali nama Hercules disebut, yang terbayang adalah kengerian. Banyak sudah cerita tentang sepak terjang Hercules dan kelompoknya. Sebut saja kasus penyerbuan Harian Indopos gara-gara Hercules merasa pemberitaan di suratkabar itu merugikan dia. Juga tentang pendudukan tanah di beberapa kawasan Jakarta yang menyebabkan terjadi bentrokan antar-preman.
Belum lagi sejumlah tawuran antar-geng yang merenggut korban jiwa atau luka-luka. Sejak pertengahan 80-an kelompok Hercules malang melintang di kawasan perdagangan Tanah Abang. Tak heran jika bagi warga Jakarta dan sekitarnya, nama Hercules identik dengan Tanah Abang.
Meski tubuhnya kecil, nyali pemuda kelahiran Timtim (kini Timor Leste) 45 tahun lalu ini diakui sangat besar. Dalam tawuran antar-kelompok Hercules sering memimpin langsung. Pernah suatu kali dia dijebak dan dibacok 16 bacokan hingga harus masuk ICU, tapi ternyata tak kunjung tewas. Bahkan suatu ketika, dalam suatu perkelahian, sebuah peluru menembus matanya hingga ke bagian belakang kepala tapi tak juga membuat nyawa pemuda berambut keriting ini tamat. Ada isu dia memang punya ilmu kebal yang diperolehnya dari seorang pendekar di Badui Dalam.
Boleh percaya, boleh tidak. Di Kick Andy Hercules mengungkapkan awal mula dia masuk ke Tanah Abang, salah satu wilayah paling keras di Jakarta. Untuk mendapat pengakuan, waktu itu dia harus mengalahkan kelompok-kelompok penguasa di sana.
Hampir setiap malam pertarungan demi pertarungan harus dia hadapi. “Waktu itu saya masih tidur di kolong-kolong jembatan. Tidur ngak bisa tenang. Pedang selalu menempel di badan. Mandi juga selalu bawa pedang. Sebab setiap saat musuh bisa menyerang,” ungkapnya.
Ternyata, di balik sosok yang menyeramkan ini, ada sisi lain yang belum banyak diketahui orang. Dalam banyak peristiwa kebakaran, ternyata Hercules menyumbang berton-ton beras kepada para korban. Termasuk buku-buku tulis dan buku pelajaran bagi anak-anak korban kebakaran. Begitu juga ketika terjadi bencana tsunami di beberapa wilayah, Hercules memberi sumbangan beras dan pakaian. Soal beras, memang tidak menjadi soal baginya karena Hercules memiliki tujuh hektar sawah di daerah Indramayu, Jawa Barat. Bahkan juga bantuan bahan bangunan dan semen untuk pembangunan masjid-masjid. Sisi lain yang menarik dari Hercules adalah kepeduliannya pada pendidikan. “Saya memang tidak tamat SMA. Tapi saya menyadari pendidikan itu penting,” ujar ayah tiga anak ini.
Maka jangan kaget jika Hercules menyekolahkan ketiga anaknya di sebuah sekolah internasional yang relatif uang sekolahnya mahal. Bukan Cuma itu, ketika Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary menghadapi masalah, Hercules ikut andil menyelesaikannya, termasuk menyuntikan modal agar lembaga pendidikan itu bisa terus berjalan dan berkembang.
Hercules pun aktif duduk sebagai salah satu pimpinan di situ. Di Kick Andy, misteri tentang tokoh yang selama ini lebih dikenal namanya ini terkuak. Termasuk masa kecilnya ketika menjadi TBO TNI di Timtim saat pergolakan dulu.
Walau bertahun-tahun mengembara di negeri orang, tapi sosok Hercules tetap berpegang teguh pada nilai-nilai budaya TL. Hal ini terlihat jelas saat sejumlah armada Koran ini bertandang ke kediamannya yang terletak daerah Kebun Jeruk, Jakarta, pada medio Juni 2004. Kedatangan armada STL yang dikomandoi Godinho Barros, yang tidak lain adalah saudara sepupu Hercules diterima dengan penuh kekeluargaan.
Dalam kesempatan itu, Hercules menceritakan pengalamannya kepada armada STL dan berjanji suatu ketika akan berkunjung ke tanah kelahirannya. Kapan Hercules berkunjung ke negara baru TL? Kita tunggu jawaban dari Hercules. */ale/sel/vam
Dikutip dari Harian Suara Timor Lorosae….

Herkules Preman Di Tangkap


Hercules, pimpinan kelompok pemuda, kembali meringkuk di ruang tahanan Polrestro Jakarta Barat, Jalan S Parman, Slipi, Jakarta Barat. Hercules ditangkap polisi karena diduga terlibat aksi pengeroyokan dan penusukan di Hotel Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (7/11) malam.
Polisi mencokok Hercules dan tujuh anak buahnya seusai peristiwa keributan yang membuat gempar karyawan dan pengunjung hotel yang letaknya hanya sekitar 1 km dari Mapolrestro Jakbar itu.
Jumat malam, seorang warga bernama Abraham Sugeng alias Deni dikeroyok belasan orang. Selain menderita luka pukul, Abraham juga tertusuk senjata tajam di tubuhnya. Abraham hingga kemarin masih terbaring di RS Pelni, Jalan Petamburan, Jakbar.
Menurut Kapolrestro Jakbar, Kombes Iza Fadri, Hercules ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan. ”Berdasarkan rekaman kamera CCTV Hotel Peninsula, Hercules terlihat ada di tempat kejadian,” ujar Iza, Minggu (9/11) siang.
Iza mengatakan, latar belakang pemukulan terhadap Abraham berawal dari masalah utang-piutang. Hercules dan anak buahnya mendapat perintah dari seseorang untuk menagih utang kepada Abraham yang jumlahnya lebih dari Rp 100 juta. Namun, Abraham belum bisa melunasi utang itu dan Abraham pun dipukuli dan ditusuk.
Polisi yang mendapat laporan ada keributan di Hotel Peninsula langsung melakukan penggerebekan. Delapan orang ditangkap, termasuk Hercules. Sementara enam orang lainnya masih dalam pengejaran.
Penangkapan Hercules oleh polisi bukan yang pertama kali. Pertengahan 2007, Hercules bersama sejumlah anak buahnya juga ditangkap petugas Polrestro Jakbar. Saat itu, Hercules dkk terlibat aksi pengancaman terkait sengketa tanah di Kaliederes, Jakbar.
Sementara itu, Hercules mengatakan, seharusnya polisi tidak menangkap dirinya. Anak buahnya sama sekali tidak terlibat aksi pengeroyokan. Dia datang ke Hotel Peninsula justru untuk melerai pemukulan yang dilakukan beberapa rekannya. ”Saya datang untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Sebab, malam itu sudah ada seorang korban yang terluka dalam peristiwa itu,” ujar Hercules.
Penahanan Hercules membuat penjagaan di Mapolrestro Jakbar diperketat. Beberapa personel Brimob disiagakan untuk membantu pengamanan reguler. Anggota brimob dilengkapi senjata laras panjang.
Berantas preman
Sementara itu, Polrestro Jakarta Pusat berjanji akan memerangi dan memberantas segala bentuk premanisme dan perjudian yang terjadi di wilayahnya. ”Kami benar-benar serius dalam memberantas premanisme dan perjudian karena merupakan penyakit masyarakat yang meresahkan. Dan kami tidak kenal kompromi,” tutur Kapolrestro Jakpus, Kombes Ike Edwin.
Menurut Ike, untuk mewujudkan wilayah Jakarta Pusat yang aman, selama tujuh hari sejak 2 November 2008, pihaknya gencar menggelar operasi terhadap preman dan tempat-tempat perjudian. Dalam operasi tersebut, 640 preman berhasil ditangkap. ”Dari jumlah itu, 54 orang di antaranya ditahan karena terbukti melakukan tindak kejahatan” ujarnya.
Para preman tersebut ditangkap di beberapa tempat, seperti di pasar-pasar, stasiun KA, terminal bus, perempatan, kawasan Monas, serta di pusat perbelanjaan. Selain menangkap preman, jelas Ike, pihaknya selama tujuh hari itu juga menangkap 55 pejudi.
TEMPO InteraktifJakarta:Sekitar 70 rekan Herkules datang ke tahanan Markas Kepolisan Daerah Jakarta siang ini (26/12). Mereka berkumpul di halaman parkir menunggu untuk menjenguk secara bergantian. ?Tak ada niatan selain itu,? kata Tino, salah satu rekan Herkules dari Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Menurut Tino, mereka tak hanya datang dari Pasar Tanah Abang, tapi juga dari Bekasi dan Kebon Jeruk, serta tempat lainnya. Istri dan tiga anak Herkules serta penasihat hukumnya turut serta.

Saat ini sejumlah rekan, istri, dan penasihat hukum Herkules sudah masuk untuk menjenguk. Dua dari tiga anaknya sudah selesai. Menurut Ferdinand Herkules, 5 tahun, ?Bapak kangen sama saya. Bapak tidak pesan apa-apa.?

Sedangkan kata Tino, rekan yang baru saja menjenguk, ?Keadaan fisik Herkules tampak sehat.?
EMPOInteraktifJakarta:Sekitar 70 rekan Herkules datang ke tahanan Markas Kepolisan Daerah Jakarta siang ini (26/12). Mereka berkumpul di halaman parkir menunggu untuk menjenguk secara bergantian. ?Tak ada niatan selain itu,? kata Tino, salah satu rekan Herkules dari Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Menurut Tino, mereka tak hanya datang dari Pasar Tanah Abang, tapi juga dari Bekasi dan Kebon Jeruk, serta tempat lainnya. Istri dan tiga anak Herkules serta penasihat hukumnya turut serta.

Saat ini sejumlah rekan, istri, dan penasihat hukum Herkules sudah masuk untuk menjenguk. Dua dari tiga anaknya sudah selesai. Menurut Ferdinand Herkules, 5 tahun, ?Bapak kangen sama saya. Bapak tidak pesan apa-apa.?

Sedangkan kata Tino, rekan yang baru saja menjenguk, ?Keadaan fisik Herkules tampak sehat.?

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani kemarin mengatakan bahwa polisi telah menetapkan Herkules sebagai tersangka utama dalam kasus penyerbuan kantor harian Indopos di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta.

JAKARTA -- Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani kemarin mengatakan bahwa polisi telah menetapkan Herkules sebagai tersangka utama dalam kasus penyerbuan kantor harian Indopos di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta.

Menurut Firman, Herkules dan 12 anak buahnya resmi menjadi tahanan Polda Metro Jaya mulai kemarin. Polda berjanji akan melakukan penyelidikan secepatnya. "Targetnya, dalam satu bulan, berkas pemeriksaan sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum," Firman berjanji.

Herkules ditangkap oleh petugas Kepolisian Resor Jakarta Selatan pada Kamis (22/12). Ia lalu diserahkan ke Polda Metro Jaya pada Jumat (23/12) dini hari. "Herkules diperiksa mulai pukul 02.00," kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana, kemarin.

Menurut Ketut, Herkules menjadi tersangka utama lantaran bertindak sebagai komandan penyerbuan. Polisi juga memeriksa 12 anak buah Herkules yang ikut menyerbu untuk menyelidiki adanya penggunaan senjata tajam dan senjata api dalam aksi itu. Pemeriksaan Herkules dan belasan anak buahnya ditangani Unit Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Firli Bahuri. Selain itu, polisi meminta keterangan 12 orang saksi dari Indopos.

Kasus penyerbuan Indopos pada Selasa (20/12) telah memicu reaksi pekerja pers. Sekelompok jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Pers Antipremanisme kemarin menggelar unjuk rasa di Markas Besar Kepolisian RI. Kelompok yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen, Lembaga Bantuan Hukum Pers, Dewan Pers, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ini meminta polisi bertindak tegas kepada para pelaku kekerasan terhadap pekerja pers.

Mereka diterima Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Anton Bachrul Alam. Bachrul mengajak pers turut memantau penanganan kasus penyerangan kantor Indopos. "Ajakan itu kami sambut baik. Kami ingin melihat Herkules masuk sel," kata koordinator aksi, Ulin Niam Yusron.

Tindakan tegas, menurut Ulin, akan menjadi sinyal kuat bahwa polisi sungguh-sungguh menangani kasus premanisme. Langkah ini juga diharapkan dapat membuat jera para preman sehingga tidak lagi menyerang kantor media massa.

Di Surabaya, Jawa Timur, unjuk rasa serupa digelar oleh sekitar seratus wartawan di depan Balai Pemuda Surabaya. Mereka menyatakan perang melawan segala bentuk premanisme terhadap pers.

Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia di Surabaya, Iman Dwianto Nugroho, mengatakan, premanisme yang menimpa wartawan Indopos menunjukkan bahwa kekerasan terhadap wartawan merupakan ancaman serius. "Polisi jangan takut kepada Herkules. Jangan biarkan preman menjadi penguasa di negeri ini," katanya. l YULIAWATI | YUDHA | WAHYU D | SUNUDYANTORO

Sumber: Koran Tempo, Sabtu, 24 Desember 2005
Sumber: http://nurmanali.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar