Jumat, 18 November 2011

Biografi Kh Mas Mansoer

Jika anda memiliki akun twitter dan anda sedang membukanya, So Please klik link:


Jika anda sedang membuka akun fb dan ingin mengirim alamat posting ini kedinding anda, silahkan klik jempol dibawah:




Kh Mas Mansoer adalah seorang ulama, tokoh perintis kemerdekaan, intelektual Islam dengan segudang pengalaman dan pengetahuan. Bukti intelektualitasnya tertuang dalam sepak terjang dan karya-karyanya yang masih relevan hingga saat ini. Kh Mas Mansoer lahir dari keluarga terhormat, ayahnya seorang Kiyai yang disegani di Jawa timur. Beliau juga telah berkelana ke berbagai daerah, dari pesantren ke pesantren, sampai puncaknya berguru di Perguruan tinggi Al-Azhar Kairo, Mesir. Pergurun ini merupakan lembaga pendidikan Islam terbesar dan tertua di dunia yang banyak menjadi tujuan mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang akan mempelajari Ilmu Agama Islam.


Biodata Kh Mas Mansoer

Nama

Kh Mas Mansoer

Tanggal lahir

25 Juni 1896

Tempat lahir

Surabaya, Jawa Timur

Orang Tua

Kh Mas Achmad Marzuki dan Raudhah

Pendidikan

  • Pendidikan dasar home scholling dengan kedua orang tuanya
  • Tahun 1906, pada usia 10 tahun belajar di Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Dia berguru pada Kiai Khalil.
  • Tahun 1908, menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah dengan Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren Termas Jawa Tengah
  • Setelah 4 tahun belajar di Mekkah, Mas Mansoer pergi ke Mesir belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih

Kiprah dalam organisasi dan keagamaan

  • Penasehat Pengurus Besar SI Sarekat Islam
  • membentuk majelis diskusi Taswir al-Afkar 
  • Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943

Aktivitas jurnalisme

  • Menerbitkan Majalah Soeara Santri. 
  • Menerbitkan majalah berbahasa jawa bernama Djinem 
  • redaktur Kawan Kita di Surabaya 
  • Tulisan-tulisan dimuat di berbagai media massa seperti Siaran dan Kentoengan (Surabaya) Penagandjoer dan Islam Bergerak (Jogjakarta) Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat (Medan) dan Adil (Solo)

Karya berbentuk buku

Hadits Nabawijah; Sjarat Sjahnja Nikah; Risalah Tauhid dan Sjirik; dan Adab al-Bahts wa al-Munadlarah

Penghargaan

Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden RI nomor 162/1964

Semangat nasionalisme Kh Mas Mansoer terbentuk saat ia belajar di Mesir. Saat itu, semangat kebangkitan nasionalisme serta pembaharuan menjadi trend pemikiran para intelektual. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun forum-forum pertemuan. Setelah pulang dari Mesir, Mas Mansoer bergabung dalam Sarekat Islam. Pada saat itu, SI dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto, dan terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner. Ia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah, yaitu terjadinya pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme dan pembaharuan memupuk semangatnya untuk mengembangkan suatu organisasi pergerakan nasional. Selain menjadi aktivis SI, Kh Mas Mansoer juga aktif dalam kegiatan jurnalistik dengna mendirikan berbagai majalah, serta aktif menulis artikel dan opini di berbagai media masa terbitan Surabaya, Yogyakarta dan Medan. 

Pada tahun 1921 Mas Mansoer menjadi anggota Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansoer dalam Muhammadiyah memperkokoh eksistensi Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan. Mas Mansoer kemudian menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur dan akhirnya menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943. Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Mas Mansoer di anggap sebagai tokoh pembaharu di Muhammadiyah yang lebih progresif. Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansoer juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif. 

Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949. Ada duabelas langkah yang dicanangkannya. Selain itu, Mas Mansoer juga banyak membuat gebrakan dalam hukum Islam dan politik ummat Islam saat itu. Yang perlu untuk pula dicatat, Mas Mansoer tidak ragu mengambil kesimpulan tentang hukum bank, yakni haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dan dimaafkan, selama keadaan memaksa untuk itu. Ia berpendapat bahwa secara hukum bunga bank adalah haram, tetapi ia melihat bahwa perekonomian ummat Islam dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, sedangkan ekonomi perbankan saat itu sudah menjadi suatu sistem yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu, jika ummat Islam tidak memanfaatkan dunia perbankan untuk sementara waktu, maka kondisi perekonomian ummat Islam akan semakin turun secara drastis. Dengan demikian, dalam kondisi keterpaksaan tersebut dibolehkan untuk memanfaatkan perbankan guna memperbaiki kondisi perekonomian ummat Islam. 

Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansoer melakukan gebrakan politik dengan mendirikan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) bersama Ahmad Dahlan dan Kh.Wahab Hasboellah (tokoh NU). Setelah itu mas Mansoer juga mnendirikan Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya. Sewaktu Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansoer termasuk dari empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu SoekarnoMohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansur. 

Keterlibatannya dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta, sehingga Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empat serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo. 

Ketika pecah perang kemerdekaan di Surabaya, Mas Mansoer dalam keadaan sakit, Namun ia tetap ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA dan dipenjarakan di Kalisosok. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya.

Thanks to wikipedia
Sumber: http://nurmanali.blogspot.com/

1 komentar:

  1. postingan blog ini sesuai dengan isi yang di sajikan nya. aku baru menemukan informasi yang semenarik dalam blog ini. terima kasih ya gan informasinya.

    BalasHapus