Rabu, 20 April 2011

Falsafah hidup masyarakat lampung

Jika anda memiliki akun twitter dan anda sedang membukanya, So Please klik link:


Jika anda sedang membuka akun fb dan ingin mengirim alamat posting ini kedinding anda, silahkan klik jempol dibawah:


Dari segi falsafah hidup pada hakekatnya masyarakat Lampung secara umum 
memiliki kesamaan pandangan hidup yang disebut dengan fiil pesenggiri. Piil 
Pesenggiri adalah tatanan moral yang merupakan pedoman bersikap dan berperilaku 
masyarakat adat Lampung dalam segala akti...vitas hidupnya. Falsafah hidup orang 
Lampung sejak terbentuk dan tertatanya masyarakat adat adalah piil pesenggiri. Piil (fiil=arab) artinya perilaku, dan pesenggiri maksudnya bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban. Piil pesenggiri merupakan potensi sosial budaya daerah yang memiliki makna sebagai sumber motivasi agar setiap orang dinamis 
dalam usaha memperjuangkan nilai-nilai positif, hidup terhormat dan dihargai di 
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sebagai konsekuensi untuk memperjuangkan 
dan mempertahankan kehormatan dalam kehidupan bermasyarakat, maka masyarakat 
Lampung berkewajiban untuk mengendalikan perilaku dan menjaga nama baiknya 
agar terhindar dari sikap dan perbuatan yang tidak terpuji. Piil pesenggiri sebagai 
lambang kehormatan harus dipertahankan dan dijiwai sesuai dengan kebesaran Juluk-
adek yang disandang, semangat nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambaiyan 
dalam tatanan norma Titie Gemattei. 

Piil pesenggiri sebagai tatanan moral memberikan pedoman bagi perilaku pribadi dan 
masyarakat adat Lampung untuk membangun karya-karyanya. Piil pesenggiri 
merupakan suatu keutuhan dari unsur-unsur yang mencakup Juluk-adek, Nemui-
nyimah, Nengah-nyappur, dan Sakai-Sambaiyan yang berpedoman pada Titie 
Gemattei adat dari leluhur mereka. Apabila ke-4 unsur ini dapat dipenuhi, maka 
masyarakat Lampung dapat dikatakan telah memiliki piil pesenggiri. Piil-pesenggiri 
pada hakekatnya merupakan nilai dasar yang intinya terletak pada keharusan untuk 
mempunyai hati nurani yang positif (bermoral tinggi atau berjiwa besar), sehingga 
senantiasa dapat hidup secara logis, etis dan estetis. Secara ringkas unsur-unsur Piil Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 

a. Juluk-Adek 

Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat) terdiri dari kata juluk dan adek, yang 
masing-masing mempunyai makna; Juluk adalah nama panggilan keluarga seorang 
pria/wanita yang diberikan pada waktu mereka masih muda atau remaja yang belum 
menikah, dan adek bermakna gelar/nama panggilan adat seorang pria/wanita yang 
sudah menikah melalui prosesi pemberian gelar adat. Akan tetapi panggilan ini 
berbeda dengan inai dan amai. Inai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang 
perempuan yang sudah menikah, yang diberikan oleh pihak keluarga suami atau 
laki-laki. Sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang laki-laki 
yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri. 

Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh karena itu 
juluk-adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang 
bersangkutan. Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara 
adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini biasanya mengikuti tatanan yang 
telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh; Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas dst. 
Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula urutannya 
tergantung pada adat yang berlaku pada kelompok masyarakat yang bersangkutan. 

Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota masyarakat 
Lampung harus memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud 
prilaku pergaulan kemasyarakatan sehari-hari. Juluk-adek merupakan asas identitas 
dan sebagai sumber motivasi bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat 
menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam setiap perilaku 
dan karyanya. 

b. Nemui-Nyimah 

Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja 
nemui yang berarti mertamu atau mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata 
benda "simah", kemudian menjadi kata kerja "nyimah" yang berarti suka memberi 
(pemurah). Sedangkan secara harfiah nemui-nyimah diartikan sebagai sikap pemurah, 
terbuka tangan, suka memberi dan menerima dalam arti material sesuai dengan 
kemampuan. Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk 
menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi. Nemui-nyimah 
merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk 
tetap menjaga silaturahmi, dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu terpelihara dengan prinsip keterbukaan, kepantasan dan kewajaran. 

Pada hakekatnya nemui-nyimah dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam 
untuk menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan 
demikian, maka elemen budaya nemui-nyimah tidak dapat diartikan keliru yang 
mengarah kepada sikap dan perbuatan tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan 
norma kehidupan sosial yang berlaku. 

Bentuk konkrit nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat dewasa ini lebih 
tepat diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial dan rasa setiakawan. Suatu 
keluarga yang memiliki keperdulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya 
berpandangan luas ke depan dengan motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan 
orang lain. 

c. Nengah-Nyappur 

Nengah berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja yang berarti 
berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda cappur menjadi kata 
kerja nyappur yang berarti baur atau berbaur. Secara harfiah dapat diartikan sebagai 
sikap suka bergaul, suka bersahabat dan toleran antar sesama. Nengah-nyappur 
menggambarkan bahwa anggota masyarakat Lampung mengutamakan rasa 
kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa 
saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan. Sikap suka 
bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa 
(toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap 
ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan 
tanggap terhadap perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil 
suatu konklusi bahwa sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah 
untuk mufakat. Sikap nengah nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib 
dan seklaigus merupakan embrio dari kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan. Melihat kondisi kehidupan masyarakat 
Lampung yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah 
menjalankan prinsip hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif. 

Sikap nengah-nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi, sehingga 
menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian 
menggabarkan bahwa anggota masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan 
yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk mencapai tujuan masa 
depannya dalam berbagai bidang kehidupan. 

Nengah-nyappur merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk mufakat. 
Sebagai modal untuk bermusyawarah tentunya seseorang harus mempunyai penge-
tahuan dan wawasan yang luas, sikap toleransi yang tinggi dan melaksanakan segala 
keputusan dengan rasa penuh tanggung jawab. Dengan demikian berarti masyarakat 
Lampung pada umumnya dituntut kemampuannya untuk dapat menempatkan diri 
pada posisi yang wajar, yaitu dalam arti sopan dalam sikap perbuatan dan santun 
dalam tutur kata. Makna yang lebih dalam adalah harus siap mendengarkan, 
menganalisis, dan harus siap menyampaikan informasi dengan tertib dan bermakna. 

d. Sakai-Sambaiyan 

Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam 
bentuk benda dan jasa yang bernilai ekonomis yang dalam prakteknya cenderung 
menghendaki saling berbalas. Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu 
kepada seseorang, sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara sosial 
berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan balasan. 

Sakai sambaiyan berarti tolong menolong dan gotong royong, artinya memahami 
makna kebersamaan atau guyub. Sakai-sambayan pada hakekatnya adalah menun-
jukkan rasa partisipasi serta solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan 
pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya. 

Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu 
berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini menggambarkan 
sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara 
suka rela apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota 
masyarakat lain yang membutuhkan. 

Selanjutnya Titie Gemattei, yang terdiri dari dua suku kata titie dan gemattei. Titie 
berasal dari kata titi yang berarti jalan, dan gemantie berarti lazim atau kebiasaan 
leluhur yang dianggap baik. Wujud titie gemanttei secara konkrit berupa norma 
yang sering disebut kebiasaan masyarakat adat. Kebiasaan masyarakat adat ini tidak 
tertulis, yang terbentuk atas dasar kesepakatan masyarakat adat melalui suatu forum 
khusus (rapat perwatin Adat/Keterem). 

Titie gemattei tersebut berisi keharusan, kebolehan dan larangan (cepalo) untuk 
berbuat dalam penerapan semua elemen Piil Pesenggiri. Memperhatikan proses 
normatif hubungan sosial titie gemattei ini, maka dalam aktualisasi penerapannya 
senantiasa amat lentur dan fleksibel mengikuti tuntutan perubahan (selalu terjadi 
penyesuaian). Contoh; pada masa lalu setiap penyimbang suku di Anek, Kampung, 
Tiyuh atau Pekon harus mempunyai tempat mandi khusus di sungai (disebut kuwaiyan, pakkalan), tetapi sekarang sesuai dengan perkembangan zaman diganti 
dengan kamar mandi. 

Titie gemattie juga mempunyai pengertian sopan santun untuk kebaikkan yang 
diutamakan berdasarkan kelaziman dan kebiasaan. Kelaziman dan kebiasaan yang 
berdasarkan kebaikkan ini pada hakekatnya menggambarkan bahwa masyarakat 
Lampung mempunyai tatanan kehidupan sosial yang teratur. Sikap membina 
kebiasaan yang berdasarkan kebaikkan merupakan modal dasar pembangunan dan 
pemahaman terhadap budaya malu baik secara pribadi, keluarga maupun 
masyarakat. Prinsip hidup yang terkandung dalam titie gemattei merupakan pedoman 
dalam pelaksanaan pengawasan terhadap sikap perilaku yang melahirkan cepalo 
(norma hukum) yang kongkrit dan terbentuknya tatanan hukum yang baru, sesuai 
dengan kebutuhan hidup masyarakat. 

Tata nilai budaya masyarakat Lampung sebagaimana diuraikan di atas, pada dasarnya
merupakan kebutuhan hidup dasar bagi seluruh anggota masyarakat setempat agar 
survive secara wajar dalam membina kehidupan dan penghidupannya yang 
tercermin dalam tata kelakuan sehari-hari, baik secara pribadi ataupun bersama 
dengan anggota kelompok masyarakat maupun bermasyarakat secara luas. 

Dalam membina kehidupan dan penghidupan yang wajar diperlukan rambu-rambu 
normatif sebagai pedoman untuk berperilaku. Rambu-rambu dan pedoman itu 
berwujud ketentuan-ketentuan, yang berisikan larangan (cepalo) dan keharusan (adat) 
untuk diamalkan oleh setiap anggota masyarakat pendukungnya. Sudah menjadi 
kenyataan bahwa pedoman hidup tersebut merupakan sarana untuk pembentukkan 
sikap dan prilaku. Dengan demikian diharapkan akan tercipta suatu ketenteraman 
dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat Lampung juga mempunyai 
strata (tingkatan) kehidupan, baik berdasarkan status genealogis (keturunan, Umur), 
maupun status sosial dalam adat (penyimbang buwai, tiyuh, dan suku). Dalam 
sistem strata kehidupan masyarakat adat sehari-hari terjadi interaksi antara anggota 
kelompok intern satu keturunan adat dan antar kelompok masyarakat yang berbeda 
keturunan adatnya. Dalam realitas aplikasi kultural senantiasa terjadi proses 
penentuan status, hak, dan kewajiban masing-masing strata berdasarkan kesadaran 
bersama. 

Status sosial seorang anggota masyarakat dapat dikenali antara lain dari juluk 
adeknya yang mencerminkan strata golongan kepenyimbangan. Di samping itu dapat 
juga ketahui dari garis lurus status kepenyimbangannya, yaitu penyimbang 
buwai/marga, tiyuh/anek atau penyimbang suku. Seseorang yang berstatus sebagai 
penyimbang buwai, berarti ia memiliki tanggungjawabnya yang jauh lebih besar dari 
pada golongan penyimbang-penyimbang lainnya.
Sumber: http://nurmanali.blogspot.com/

1 komentar:

  1. Thank you hopefully many who visit this blog, content of blogs in the development of this highly innovative and very worthy to be published so that many who read it.

    BalasHapus