Senin, 26 September 2011

Aksi Teror Bom di Indonesia 2011 + teror bom Solo + Bom Bunuh Diri di Solo

Jika anda memiliki akun twitter dan anda sedang membukanya, So Please klik link:


Jika anda sedang membuka akun fb dan ingin mengirim alamat posting ini kedinding anda, silahkan klik jempol dibawah:









Sebelum Solo, Yosepa Hayat Cs Incar SemarangKepolisian menyatakan wajah terduga pelaku bom bunuh diri di gereja Kepunton, Solo, Jawa Tengah, secara fisik mirip dengan seorang DPO bom Cirebon bernama Ahmad Yosepa Hayat alias Hayat alias Ahmad Abu Daud alias Raharjo.

Bom Achmad Yosepa Hayat alias Hayat alias Rahardjo alias Achmad Abu Daud bin Daud ditengarai bukan untuk mengebom Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton Solo. Semula Yosepa Hayat berniat melakukan pemboman di Semarang.  
"Mereka sempat berniat ngebom di Semarang. Namun tiba-tiba pindah lokasi," kata Pengamat Intelijen Dynno Chressbon di Jakarta, Senin (26/9/2011).
Menurut Dynno, perubahan rencana pemboman terjadi karena aksi mereka terendus. Tak ingin sia-sia, Hayat Cs memindah lokasi serangan.
"Mereka ini memang tak bertahan di satu kota," ujarnya seraya mengemukakan, pola makan Hayat di salah satu warung angkringan dekat Gereja Kepunton menjadi indikasi Hayat mengalami kelaparan lantaran menempuh perjalanan jauh. Selama di warung angkringan, Hayat ternyata sempat makan nasi bungkus dua buah.
"Kalau melihat lapar Hayat seperti kelaparan karena menempuh perjalanan panjang. Ini sama seperti si Syarif sebelum meledakkan bom di Cirebon," ungkapnya.
Dynno menceritakan, sebelum Syarif meledakan diri, Syarif pun sempat makan di satu warung. Informasi yang dihimpunnya, Syarif melakoni perjalanan dari Subang sebelum menuju Cirebon, dan kemudian meledakan bom.
"Mereka ini seperti disapih agar tidak lagi goyah," urainya.

Indonesia kembali dikejutkan dengan aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepuluh (GBIS) Kepunton, Solo, Ahad (25/9/2011). Teror bom Solo seolah menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mampu menumpas jaringan teroris yang menggangu keamanan dan ketenangan masyarakat luas, apalagi dilakukan saat umat sedang melaksanakan ibadah.

Bom Solo tidak saja mengancam keselamatan masyarakat yang sedang beribadah, tetapi juga menjadi ujian bagi pluralitas bangsa yang terus terkoyak-koyak. Aksi yang diduga sebagai bom bunuh diri ini jelas merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa ini sebaiknya tak sekedar mengutuk keras aksi tersebut, tapi harus ada tindakan korektif dan preventif dari pemerintah.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan aksi bom bunuh diri ini mengakibatkan dua orang meninggal yang diindikasikan salah satunya sebagai pelaku bom bunuh diri yang meninggal di tempat kejadian perkara sedangkan satu lagi meninggal di rumah sakit. Aksi bom bunuh diri yang terjadi sekitar pukul 10:55 WIB atau menjelang pelaksanaan doa berkat di GBIS memiliki dimensi yang tidak sederhana khususnya kaitannya dengan relasi antaragama di Indonesia. Dengan kata lain, tindakan aksi bom bunuh diri ini memiliki nilai provokasi yang tidak sederhana.

Semakin meluasnya jaringan terorisme di Indonesia, membuat pemerintah harus melakukan tindakan tegas dalam menumpas pelaku teror yang meresahkan masyarakat. Ini karena, teror bom masih merupakan ancaman serius dan ada indikasi aksi ini belum berakhir. Apa pun motif dan alasan pelaku, tidak ada yang bisa dibenarkan dari sebuah tindak kekerasan dalam bentuk dan atas nama apa pun juga.Pendek kata, bangsa ini mengutuk keras aksi tak berperikemanusiaan dengan meledakan tempat ibadah.

Bom yang meledak saat pelaksanaan ibadah, patut diduga dilakukan oleh sekelompok teroris yang hendak mengacaukan keamanan dan ketenangan rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, keberadaan teroris di Indonesia, agaknya sudah menyebar luas ke lingkungan masyarakat luas, sehingga kita harus tetap waspada di mana pun dan kapan pun kita berada.

Saya mencermati tindakan teror dengan menggunakan bom peledak, hingga kini masih menjadi ancaman serius karena masih banyak anggota teroris yang belum tertangkap. Bahkan, banyak pengamat terorisme yang mengatakan bahwa bom bunuh diri yang terjadi di Solo serupa dengan apa yang terjadi di Cirebon pada awal tahun ini.

Ancaman Pilar Kebangsaan
Sebagai generasi muda, saya sangat prihatin dengan merebaknya aksi teror yang memberikan rasa tidak aman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak heran bila Bom Solo tidak hanya sekedar menjadi peringatan bagi keamanan dan ketenangan masyarakat luas, melainkan bisa mengancam tegaknya pilar kebangsaan di negeri kita tercinta. Di samping itu, bom Solo tak ubahnya menjadi kritik bagi seluruh bangsa ini yang belakangan memang cenderung mengabaikan empat pilar bangsa. Bahkan, seringkali pemimpin bangsa ini hanya berbasa-basi dalam soal memelihara empat pilar bangsa, tak kecuali soal pluralitas bangsa yang sedang terkoyak-koyak.

Para pemegang kebijakan negeri ini justru banyak menampilkan sebagai pihak yang sibuk dengan urusan domestik. Dampaknya persoalan asasi seperti pluralitas kebangsaan hanya menjadi gincu pemanis binir semata. Maka, bom Solo sebaiknya tidak sekedar mengutuk tapi koreksi bersama bangsa ini sembari menegakkan hukum atas tindakan biadab itu.

Pada titik inilah, aksi teror bom yang meledakkan Gereja Bethel Injil Sepuluh (GBIS) Kepunton menjadi semacam gurita bagi proses demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Betapa tidak, gejolak dan guncangan yang diakibatkan ledakan bom tersebut bisa meruntuhkan mental bangsa yang sedang terpuruk. Dengan kata lain, aksi teroris yang tidak bermoral, patut mendapatkan reaksi keras dari setiap orang, karena tidak ada satu pun agama yang menjustifikasi perbuatan biadab yang merenggut nyawa orang tak berdosa.

Hampir bisa dipastikan bahwa tindakan kekerasan bernuansa agama yang terjadi di negeri ini tidak lepas dari doktrin dan pemahaman yang keliru tentang substansi ajaran agama. Padahal, kita sudah sering menggelar konferensi dunia mengenai agama dan perdamaian (World Conference on Religion and Peace), namun ternyata belum mampu membangun iman yang dapat menyejukkan dan mengurangi semakin menguatnya aksi teror di negeri kita tercinta. Bahkan, isu-isu kekerasan berbau SARA di lingkungan masyarakat yang beragama, termasuk di Indonesia semakin mempertebal terjadinya potensi konflik yang lebih besar.

Terlepas dari ancaman teror bom yang belakang marak terjadi, saya sangat prihatin dengan semangat persaudaraan dan persatuan yang kita miliki sebagai negeri Bhinneka Tunggal Ika. Sebuah negeri yang menjunjung tinggi kemajemukan dan pluralitas, tetapi justru mengabaikan semangat toleransi yang sejatinya menjadi platform kita bersama.

Kita bisa mengandaikan bahwa kemajemukan negeri ini semakin memperlebar potensi konflik dan eskalase kekerasan yang bernuansa agama. Bahkan, agama seolah-olah dijadikan tameng untuk menghalalkan tindakan aksi teror. Menurut St. Sunardi, dalam masyarakat sekarang ini, tidak hanya terjadi eskalase kekerasan, melainkan juga sofistikasi kekerasan (melalui proses budaya)- bahkan agamanisasi kekerasan.

Itulah sebabnya, dalam mencegah semakin meluasnya konflik atas nama agama, semua pihak perlu bersatu untuk melawan tindakan kekerasan yang melanggar HAM dan martabat kita sebagai homo religion. Kita perlu memikirkan secara serius cara-cara yang paling tepat untuk merintis kultur anti-kekerasan yang bisa saja meruntuhkan fondasi NKRI yang telah kita bangun. Semoga, aksi teror di negeri ini dapat dihilangkan dengan mengedepankan semangat persaudaraan dan persatuan demi mempertahankan kemajemukan tanpa kekerasan.  

Ketua Bidang Pemberdayaan Umat PB HMI, Malik menuding aksi bom bunuh diri di Solo berlatar belakang konspirasi politik oleh penguasa. Menurutnya konspirasi itu berupa konsep memindahkan satu isu ke isu berikutnya.
"Saya menilai bom bunuh diri di Solo merupakan konpirasi politik penguasa yang mengorbankan umat beragama untuk memindahkan satu isu ke isu berikutnya," ujar Malik saat ditemui Tribunnews.com usai menggelar Konpers 'mengecam aksi teroris', di kantor PB HMI, Jakarta, Minggu (25/9/2011).
Lebih lanjut Malik menilai rentetan kejadian konflik agama yang sebenarnya terjadi selama ini merupakan kesengajaan yang dilakukan oleh elit penguasa dalam menenggelamkan suatu permasalahan besar yang sedang muncul.
"Coba kita lihat rentetan kejadian. Contoh kecil saat munculnya berita skandal BLBI, di sana para elemen masyarakat sedang berusaha membongkar kasus tersebut, tetapi meledak kejadian Bom Bali disaat yang bersamaan. Contoh lain, yakni permasalahan skandal korupsi di bank BI, malah muncul kasus bom di Kuningan. lalu kasus korupsi Pajak dan skandal Bank Century, malah muncul kasus terorisme di Aceh, Temanggung dan Pamulang. Sekarang telah terkuak kasus korupsi di partai penguasa dan di berbagai kementerian serta DPR, malah kembali aksi bom bunuh diri di Solo. Siapa coba yang mendesigne hal tersebut, kalau bukan seorang penguasa?," ujar Malik menjelaskan.
Dari analisa itu, Malik menyimpulkan aksi terorisme yang sering terjadi sengaja untuk tidak dibasmi oleh penguasa.
"Mereka (terorisme) dibiarkan terus berkembang untuk dijadikan alat rekayasa pengalihan isu yang malah banyak memakan korban sesungguhnya," tegas Malik menutup pembicaraan.

Presiden Kutuk Keras Aksi Teror Bom Bunuh Diri di Gereja Solo

Presiden SBY, didampingi Wapres Boediono dan Menko Polhukam Djoko Suyanto, memberi keterangan pers tentang aksi bom bunuh diri GBIS Solo, di Kantor Presiden, Minggu (15/9) petang. (foto: rusman/presidensby.info)
Presiden SBY, didampingi Wapres Boediono dan Menko Polhukam Djoko Suyanto, memberi keterangan pers tentang aksi bom bunuh diri GBIS Solo, di Kantor Presiden, Minggu (15/9) petang. (foto: rusman/presidensby.info)
Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengutuk keras aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Ledakan bom terjadi usai para jemaat menyelesaikan kebaktian kedua pada Minggu (25/9) sekitar pukul 11.00 WIB.

"Atas nama negara, saya mengutuk keras atas aksi terorisme, kejahatan luar biasa yang bersifat tanpa pandang bulu, ini yang terjadi di negeri kita," Presiden SBY menegaskan dalam keterangan persnya di Kantor Presiden, Minggu (25/9) pukul 18.30 WIB.

Kepada para korban yang sampai saat ini jumlahnya mencapai 22 orang, Presiden mengatakan, pemerintah akan memberikan bantuan pengobatan sampai selesai. "Kepada yang terluka, pemerintah akan memberikan bantuan pengobatan dan perawatan sampai selesai," SBY menambahkan. Korban meninggal dunia akibat peristiwa ini, saat Presiden memberikan keterangan pers, satu orang. Korban tewas ini diduga pelaku bom bunuh diri. Korban yang dalam kondisi kritis 1 orang dan luka-luka 22 orang. Merewka semua dirawat di RS Dr Oen dan RS Brayat Minolyo, Solo, Jateng.

Menurut SBY, berdasarkan investigasi sementara, pelaku diduga masih terkait dengan jaringan aksi terorisme Cirebon, Jawa Barat, yang enam bulan lalu juga melakukan peledakan bom bunuh diri di sebuah masjid di kompleks Mapolresta Cirebon ketika sedang melaksanakan shalat Jumat.

Terkait peristiwa ini, Kepala Negara kembali menginstruksikan agar investigasi lanjutan segera dilakukan intensif. "Saya instruksikan agar investigasi lanjutan segera dilakukan secara intensif untuk membongkar habis jaringan pelaku pemboman. Termasuk dana, termasuk pemimpin dan penggerak aksi terorisme," ujar Presiden SBY.

Dengan kejadian hari ini, Presiden kembali mengingatkan bahwa ancaman terorisme masih ada dan nyata. "Kalau saya terus mengingatkan bahaya terorisme, itu bukan mengada-ada, tapi didorong oleh kesadaran dan pengetahuan para intelejen," Presiden menekankan.

Ancaman terorisme, lanjut SBY, bukan hanya masalah khas Indonesia, tapi juga di negara lain. "Wajib hukumnya bagi kita untuk waspada, untuk mencegah dan memberantas kejahatan terorisme ini," Presiden menandaskan.

Sebelum menyampaikan keterangan persnya, Presiden mengadakan rapat terbatas mendadak sekitar pukul 17.00 WIB, yang dihadiri, antara lain Wapres Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kepala BIN Sutanto, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Mabes Pori Imam Sudjarwo, Kepala Badan Intelijen Strategis Soleman B Ponto, dan Wakil Kabareskrim Bekto Soeprapto. (yun).

Aparat Keamanan Harus Preventif dan Proaktif

Presiden SBY dan Wapres Boediono mengadakan rapat terbatas dengan Polri, BIN, dan Bais, di Kantor Presiden, menyusul aksi bom bunuh diri di Solo, Minggu (25/9) sore. (foto: rusman/presidensby.info)
Presiden SBY dan Wapres Boediono mengadakan rapat terbatas dengan Polri, BIN, dan Bais, di Kantor Presiden, menyusul aksi bom bunuh diri di Solo, Minggu (25/9) sore. (foto: rusman/presidensby.info)
Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar dilakukan investigasi internal, baik di jajaran kepolisian, intelijen, dan TNI untuk memastikan aparat keamanan telah bekerja dengan baik dan menjalankan tugas sebagaimana yang diharapkan dalam menangani kasus terorisme. Presiden juga menginstruksikan jajaran Polri, intelijen, dan TNI untuk bertindak preventif dan proaktif karena itu bukanlah tindakan yang represif.

"Bertindak preventif, bersikap proaktif, itu bukan tindakan yang represif," tegas Presiden SBY dalam bagian lain keterangan persnya di Kantor Presiden, Minggu (25/9) petang. Keterangan pers diberikan terkait ledakan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah.

"Saya masih mendengar ketika aparat keamanan kita berusaha mencegah dengan tindakan yang proaktif untuk melindungi rakyat kita, itu dianggap represif. Bukan," SBY mengingatkan. Semuanya itu, lanjut SBY, sudah sesuai dengan amanah konstitusi. "Semuanya bisa dipertanggungjawabkan sesuai amanah konstitusi dan amanah undang-undang," tambahnya.

Kepala Negara berharap agar aparat keamanan dan penegak hukum dapat menyelesaikan kasus terorisme ini hingga tuntas. Tidak peduli siapa orangnya, apa agamanya, apapun etnisnya. "Siapa pun, saudara, di negeri ini harus kita cegah dan kita tindak secara hukum jika melakukan kejahatan terorisme. Siapa pun, apa pun agamanya, apa pun etnisnya, apa pun sukunya, siapa pun backing mereka," SBY menegaskan.

Aparat keamanan dan aparat penegak hukum diharapkan tidak ragu-ragu dan tidak perlu takut menghadapi siapapun karena kejahatan adalah kejahatan, terorisme adalah terorisme. "Apapun identitasnya karena kejahatan tidak terkait dengan agama, tidak terkait dengan etnis, tidak terkait dengan kedaerahan. Kejahatan adalah kejahatan. Terorisme adalah terorisme," ujar SBY.

Instruksi Presiden terkait aksi terorisme dan kejahatan horizontal yang belakangan sering terjadi di Indonesia bukan baru sekali ini dilontarkan tapi sudah disampaikan secara berulang-ulang. Bahkan, pada saat Rapat Kerja di Istana Bogor sebelum aksi bom bunuh diri terjadi di masjid Mapolresta Cirebon.

"Beberapa bulan lalu saya telah menginstruksikan agar dilakukan langkah terpadu untuk mencegah aksis terorisme dan kekerasan horizontal serta konflik antar komunal, ini juga menjadi tugas negara," Kepala Negara mengungkapkan. "Saya ingatakan kembali, hal ini harus terus dikaji dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, intensif dan tidak boleh berhenti," tambahnya.

Ke depan, SBY menekankan pemerintah akan terus menindak tegas aksi teror dan kekerasan horizontal untuk melindungi rakyatnya. "Kita akan terus menjalankan pengadilan yang fair, kita tidak ingin semena-mena. Hukum harus ditegakkan, rakyat banyak yang harus dilindungi," kata SBY.

Selain itu, Presiden juga meminta rakyat untuk tetap tenang dan berharap agar kehidupan dapat berjalan normal. "Mari kita bekerjasama dan berkolaborasi untuk mencegah kekerasan itu dengan saling berkontribusi," Presiden menambahkan.

Kepada para aparat keamanan, Kepala Negara mengimbau untuk tidak mengabaikan informasi apapun dan harus responsif. "Jangan mengabaikan informasi apapun. Harus responsif, ditanggapi dan diolah dan akhirnya diambil tindakan, utamanya langkah-langkah pencegahan," SBY menandaskan. (yun)
- Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah, mengundang keprihatinan banyak pihak. Aksi ini jelas telah menodai toleransi umat beragama di Indonesia.

“Saya menduga aksi ini tidak berdiri sendiri. Aksi ini memiliki keterkaitan dengan bom di Mapolrestas Cirebon maupun aksi terorisme di beberapa tempat lain di Indonesia yang terjadi sebelum ini,” kata Ketua Umum DKN Garda Bangsa Hanif Dhakiri kepada wartawan menanggapi pasca bom Solo, di Jakarta, Senin (26/09/2011).

Dikatakan, aksi bom di GBIS Kepunton Solo telah menyadarkan kepada semua, bahwa jaringan terorisme di Indonesia belum sepenuhnya mati. 

“Mereka masih terus bergerak, mengorganisir diri, melakukan pengkaderan dan terus mengintai untuk mencari waktu yang tepat melakukan serangan-serangan mematikan,” katanya.

Menurutnya, upaya pihak kepolisian dalam memberantas aksi terorisme dengan menangkap dan menghukum mati para pelaku terorternyata tidak membuat jera para pelaku terorisme. Bahkan, aksi mereka dari hari ke hari semakin nekat. 

“Bahkan, mereka telah berani menyentuh langsung markas kepolisian dan terakhir tempat ibadah. Sasaran baru yang belum pernah mereka sentuh sebelumnya,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Lebih lanjut dikatakan, aksi terorisme melecehkan upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh para tokoh lintas agama yang selama ini tak kenal lelah memupuk  dan mengembangkan semangat toleransi keberagamaan di Indonesia.

“Melalui aksi bom bunuh diri tersebut, jaringan teroris ini telah dengan sengaja mencampakkan nilai-nilai kebhinekaan,” imbuhnya.

Jaringan terorisme, kata Hanif lagi, selalu saja berhasil merekrut tenaga-tenaga baru untuk dijadikan tumbal aksi jahat mereka. 

“Ini adalah peringatan besar bagi kita semua, agar kita lebih waspada terhadap pergerakan organisasi atau individu yang ideologi dan juga tindakannya mengarah pada kekerasan," tegas Hanif.

Jika tidak hati-hati, Hanif mengingatkan, teroris bisa mererkut anak, sepupu, saudara,  teman atau tetangga dekat tanpa sadari. Ancaman mereka, imbuhnya, adalah nyata dan bukan ilusi.

Sebagai bentuk solidaritas dan peneguhan komitmen bersama, Dewan Koordinasi Nasional Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa (DKN Garda Bangsa) bersama dengan elemen organisasi kepemudaan lainnya seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), IPNU/IPPNU dan lain-lain melakukan aksi damai dan doa keprihatinan.

Selain itu, DKN Garda Bangsa juga menerjunkan ratusan pasukan Komando Garda Bangsa (KGB) untuk ikut membantu pihak kepolisian melakukan pengamanan di sejumlah gereja diDKI Jakarta, antara lain di Gereja Katedral dan Gereja Immanuel. 

Seluruh Dewan Koordinasi Wilayah (DKW) Garda Bangsa juga sudah diinstruksikan untuk membantu pengamanan langsung gereja-gereja di daerah masing-masing, bekerja sama dengan pihak kepolisian.

"Garda Bangsa juga mendesak agar peristiwa ini segera diusut tuntas pelaku dan aktor intelektualnya. Sistem intelejen juga perlu dievaluasi agar tidak melulu kecolongan. Polri dan BIN perlu kerja lebih keras untuk memperbaiki kelemahan sistem intelejen kita," demikian Hanif Dakhiri. 

Aksi Teror Bom Kerap Mengiringi Kasus Besar

etua Bidang Pemberdayaan Umat PB HMI, Malik menuding aksi bom bunuh diri di Solo berlatar belakang konspirasi politik oleh penguasa. Menurutnya konspirasi itu berupa konsep memindahkan satu isu ke isu berikutnya.
"Saya menilai bom bunuh diri di Solo merupakan konpirasi politik penguasa yang mengorbankan umat beragama untuk memindahkan satu isu ke isu berikutnya," ujar Malik saat ditemui Tribunnews.com usai menggelar Konpers 'mengecam aksi teroris', di kantor PB HMI, Jakarta, Minggu (25/9/2011).
Lebih lanjut Malik menilai rentetan kejadian konflik agama yang sebenarnya terjadi selama ini merupakan kesengajaan yang dilakukan oleh elit penguasa dalam menenggelamkan suatu permasalahan besar yang sedang muncul.
"Coba kita lihat rentetan kejadian. Contoh kecil saat munculnya berita skandal BLBI, di sana para elemen masyarakat sedang berusaha membongkar kasus tersebut, tetapi meledak kejadian Bom Bali disaat yang bersamaan. Contoh lain, yakni permasalahan skandal korupsi di bank BI, malah muncul kasus bom di Kuningan. lalu kasus korupsi Pajak dan skandal Bank Century, malah muncul kasus terorisme di Aceh, Temanggung dan Pamulang. Sekarang telah terkuak kasus korupsi di partai penguasa dan di berbagai kementerian serta DPR, malah kembali aksi bom bunuh diri di Solo. Siapa coba yang mendesigne hal tersebut, kalau bukan seorang penguasa?," ujar Malik menjelaskan.
Dari analisa itu, Malik menyimpulkan aksi terorisme yang sering terjadi sengaja untuk tidak dibasmi oleh penguasa.
"Mereka (terorisme) dibiarkan terus berkembang untuk dijadikan alat rekayasa pengalihan isu yang malah banyak memakan korban sesungguhnya," tegas Malik menutup pembicaraan.

Asian Parliamentary Assembly Tetap Digelar di Solo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Solo, Minggu (25/09/2011) kemarin, tak menyurutkan agenda kegiatan konferensi internasional Asian Parliamentary Assembly (APA). Terlebih sudah ada tujuh belas parlemen dari empat puluh satu anggota APA yang sudah mengkonfirmasi dapat menghadiri acara ini.
“Sekalipun di Solo kemarin terjadi teror bom, kami tetap putuskan menyelenggarakan konferensi di Solo. Kami parlemen tidak bisa didikte oleh teroris. Justru kehadiran kami untuk membuktikan Solo kota yang aman dan damai bukan kota teroris,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Hidayat Nurwahid, kepada para wartawan di DPR, Senin (26/09/2011).
Hidayat mengungkap, acara yang akan digelar akan mengangkat tema mengenai ‘The Protection of the Right of Migrant Workers in Asia’. Tema ini, menurut dia, telah disepakati pada saat konferensi sebelumnya di Damaskus, Suriah tahun lalu.
“DPR RI memiliki beberapa sasaran untuk melakukan pembahasan perlindungan hak pekerja migrant. Selain sebagai wadah bertukar pikiran dan best practice dari negara lain terkait perlindungan hak pekerja migrant. Dan kenapa Solo kita pilih, karena merupakan salah satu kota budaya yang perlu diperkenalkan," ujarnya.
Sedianya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan hadir menjadi keynote speaker dalam acara ini. Kemudian Menakertrans RI, Muhaimin Iskandar juga hadir untuk Ad Hoc Committee Meeting on Protection of Rightsof Migrant Workers in Asia pada acara yang akan digelar pada 28-29 September 2011.
Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli memiliki analisa tersendiri mengenai aksi teror bom yang kembali terjadi.

Menurutnya, persoalan terorisme tidak berdiri sendiri dan tidak hanya pada wilayah dalam negeri. Masalah tersebut terkait degan masalah perbedaan persepsi tentang keadilan dan penafsiran ajaran agama tertentu.

"Ada juga pengaruh dari luar negeri dimana sekarang terjadi pergolakan di beberapa negara. Tentunya Kita semua mengutuk tindakan teror yang mengakibatkan korban dari warga masyarakat yang tidak berdosa," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima INILAH.COM, Senin (26/9/2011).

Oleh karena itu, mantan kepala Lembaga Sandi Negara ini mengatakan perlunya merumuskan kembali sistem pertahanan negara saat ini.

"Sebaiknya kita mengkaji ulang sistem Pertahanan dan Keamanan (Hankam) kita saat ini, yang memisahkan Han & Kam secara tegas. Padahal, tidak seharusnya seperti itu."

Untuk mencegah terjadinya teror susulan, Nachrawi mengatakan, aparat intelijen harus memaksimalkan upaya pencegahan dan antisipasi.

"Aparat kita harus ditingkatkan kemampuan information intelligence-nya, sehingga mahir sebagai pendeteksi dini, bukan sebagai 'pemadam kebakaran' seperti sekarang ini," ujar bakal calon gubernur DKI Jakarta dari Partai Demokrat ini.

Sumber : berbagaisumber.com


Sumber: http://nurmanali.blogspot.com/

1 komentar:

  1. Postingan yang sangat baik sehingga mudah dipahami, resepnya sangat kreatif dan sangat cocok terutama bagi mereka yang masih belum pernah mencobanya. dengan konsep menu dari resep yang sederhana sangat mungkin untuk dilakukan oleh mereka. semoga banyak yang berkunjung ke blog ini.

    BalasHapus